Minggu, 15 Maret 2015

KEPUTUSAN FINAL

“ Zein, bangunnn!!!!” Aku terhenyak. Sungguh luar biasa suara itu karena mampu menembus alam bawah sadarku. Aku pun akhirnya hanya menengok kanan kiri sambil mengumpulkan kesadaran. “ Zein!!!” Kali ini kupastikan suara itu lebih dahsyat karena pintu kamar yang jelas tak punya dosa itu ikut digedor. “ Zein!!! Hari kuliah pertamamu!!!” OMG! Jam berapa ini? Bunda sampai marah-marah! Kutengok weker di samping bantal. Dasar weker tak tahu adat! Kenapa batereinya habis disaat tak tepat macam ini? “ Ya, Bun, weker Zein mati!! Zein langsung mandi!!!” Kubuka pintu kamar tergesa. Kulongok jam di ruang makan. Apa??!! Jam tujuh???? Padahal masuk-ku kan jam setengah delapan!!!! Tak ada waktu lagi. Aku pun berlari menuju halaman belakang. Dan sungguh keterlaluan. Ayah tiba-tiba muncul dari dalam kamarnya dan aku menabraknya. “ Zein!!! Apa-apaan…..” Kupotong kata-kata ayah. “ Maaf, Ayah, sudah tak ada waktu lagi…” Bergegas kulanjutkan langkah. Kutarik handuk dari jemuran. Masuk kembali ke rumah, dan langsung menuju kamar mandi. Brukkkk!!! “ Zein!!!” “ Maaf-maaf…..” Dari dalam kamar mandi masih kudengar Mas Ilyas marah-marah. Bodo amat!! *** Ku longok sekali lagi tulisan di atas pintu. Benar. Ruang 307. Ku ketuk pintu. “ Maaf, saya terlambat….” “ Hari pertama sudah terlambat! Mana semangatmu, Nak???” Aku tersenyum kecut sambil menundukkan kepala. Beberapa saat kemudian kulirik teman-teman asingku itu karena gelagat mereka aneh. “ Sudah terlambat, Kau tak rapi pula!” Tepat ketika aku tersadar kemudian dan mulai meraba-raba rambutku, teman-teman asingku serentak tertawa. OMG!! Dandanan rambut ala kamar mandiku masih kubawa sampai kampus! Ku tahu sekarang, kenapa tadi sepanjang parkiran sampai kelas orang-orang pada terkikik melihatku. Kuingat kata-kata bunda dulu yang pernah menasehatiku untuk potong rambut. “ Zein, potong saja rambutmu itu!! Rambut panjang tak pantas untukmu! Rambut panjang tak pantas untukmu! Kau mau apa kalo kejadian hari ini terulang lagi?” (kejadian persis hari ini pernah terjadi suatu masih SMA) Ku tolak usul bunda untuk potong rambut dengan sangat bijaksana. “ maaf bunda, rambut adalah mahkota wanita yang tak pantas begitu saja menjadi korban kekejaman tukang potong rambut. . . Selama kuliah berlangsung aku tak bisa sedikitpun konsentrasi. Jelas, aku tak mau rambutku ini dipotong begitu saja setelah aku mati-matian menunggu detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, hingga saat ini, hingga rambutku mencapai pinggang sesuai impianku. Tapi disisi lain kuakui, bahwa rambutku panjang cukup merepotkan juga. Dua kali dia membuat bencana dan tidak mengingatkanku untuk melepas jepit yang biasanya ku gunakan untuk mandi dan menyisirnya. Dan banyak kali dia membuatku dimarahi seisi rumah ketika akan pergi bersama karena butuh waktu cukup lama untuk merapikannya. Lalu bagaimana cara menyelesaikannya? “Hei, Rin! “Oh, haiiii....” Nampaknya ada reuni dua teman lama di depanku saat ini. “Kau pake jilbab sekarang?” “Heeeeee......iya,sudah dua bulan ini. Biar nggak repot kalo ngurus rambut!” “AHA!!!!”,kataku sambil berdiri. Dua orang yang reunian itu tersentak kaget. Ku tak peduli, kutinggalkan dua orang yang masih binggung itu dengan senyum mengembang. *** Esok paginya... “Selamat pagiii.....” Ayah, Bunda, dan Mas Ilyas yang tengah makan terpana ke arahku setelah ku sapa. “Apa-apaan kau, Zein? Kau pake jilbab sekarang?” Aku berdehem setelah pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan mas Ilyas. “Pengumuman!...Bahwasannya terhitung sejak saat ini, Zeinar aktamidiyanti akan mengenakan jilbab. Oleh karena itulah, kepada yang terhormat ayahanda, ibunda, dan kakanda, tak perlulah marah-marah lagi kepada ananda jika kita akan pergi bersama. Sekian dan terimakasih. Silahkan melanjutkan aktifitas anda. Ananda pamit. Assalamualaikum.” “Wa’alaikumsalam.....,”mereka menjawab serempak, lalu saling berpandangan, dan akupun melangkah pergi untuk menunaikan tugas mulia : menuntut ilmu. “Zein, kau pake jilbab sekarang?” “Iya, ratna. Mulai tadi pagi biar tidak rempong ngurus rambut.” (Kuperkenalkan, Ratna adalah satu-satunya orang yang kukenal di kelas ini diantara 39 orang lainnya) “Hah? Mana bisa begitu? Pake jilbab Cuma biar tidak rempong ngurus rambut? Lucu sekali kau, Zein.....??” Aku tersenyum dan mengangguk-angguk. “Kemarin, saat aku bingung untuk mengakali bagaimana tidak rempong mengurus rambut panjang, wangsit memakai jilbab ini muncul dari kakak seniorku . . .” “ kakak senior ?” “ ya, kuanggap orang itu kakak senior karna telah lebih dulu memakai jilbab dengan alasan yang sama. Hahahaha . . . Ratna ikut tertawa. “ masuk akal juga sih, alasanmu, tiba-tiba ada suara dari arah belakangku. Seorang laki-laki; seorang teman asing; tinggi dan putih, tanpa meminta langsung ikut menimbrung. “ mumpung baru sehari, meski alasanmu pake jilbab itu masuk akal, tapi kusarankan agar kau cari alasan yang lebih baik . .” Diapun tersenyum. Berbalik, dan kembali duduk di bangkunya paling belakang. Kepada Ratna kulontarkan sebuah pertanyaan, “ apa yang telah dia katakan? “ Ratna mengangkat kedua bahunya lalu memasang headset tanpa menghiraukan lagi. *** 15:27:13 WIB Kulangkahkan kaki keluar kelas dan berhenti sejenak untuk meregangkan badan. “ Zein, aku pulang dulu . . .” “ oke, sit . . .” “ Aku juga “ “ oke, sit . . .” “ kau tak pulang? Aku duluan ya ?” “ Ya, sit, hati – hati . . . “ Kubuka lembaran kertas yang sedari tadi masih tergenggam, Siti Maimunah, Siti Lutfia, Siti Muhawaroh Nur Aisah. Ya ampun! Betapa rempongnya masuk hari ke 2 dan langsung kelompok dengan tiga siti !! Kukatakan sejujurnya, waktu mereka pamitan tadi, ku masih tak paham mana Siti Maimunah, mana Siti Lutfia, dan mana Siti Munawaroh Nur Aisyah. Kenapa orang tua mereka bisa janjian begitu? Dan mengapa pihak kampus seenaknya sendiri meletakkan mereka di kelas yang sama? Sementara orang tuaku yang telah memilihkan nama seasing mungkin untukku, ternyata tak mendapat sambutan baik oleh kebanyakan guru – guru yang telah kutemui. Guru – guru,apalagi yang sudah sepuh, seenaknya sendiri membuatku berjenis kelamin ganda karena selalu memgabsenku dengan nama : Zainal, bukan Zeinar, dan akupun ditertawakan seisi kelas. Kenapa bisa nama Siti dan Zeinar sama membuat masalah? Ah, lupakan sejenak! Laki – laki asing yang tadi tiba – tiba ikut nimbrung di kelas kini tak sengaja tertangkap mataku sedang senyum – senyum sendiri melihat sesuatu di mading. Perlu diselidiki. Ku tunggu sampai laki-laki itu pergi. Lama sekali dan akhirnya setelah aku hampir putus asa dan membatalkan penyelidikan itu, dia benar-benar pergi dari sana! Ahai! Akupun beranjak dan mendekati papan mading. Ku lihat artikel utama. “ wanita adalah perhiasan dunia”. Jiwaku tiba-tiba menggelinjang. Ku baca lagi. “ seluruh tubuh wanita adalah keindahan. Maka jika ia bisa menjaganya, ia adalah perhiasan paling mahal di dunia. Tapi jika sebaliknya, maka ia hanya menjadi fitnah bagi orang lain.” Aku diam sejenak, berfikir, lalu membaca lagi. “ katakanlah pada wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya . . .” Aku tersentak, langsung kubaca bagian akhirnya. Q.S An-Nuur : 31!!! Apa? Kubaca Quran tiap selesai maghrib tapi baru sekarang kutahu ada perintah seperti ini? Memalukan! Kenapa aku bodoh sekali dari dulu? Membaca tapi tak tahu artinya ! Angin senja mengantar kelegaan dihatiku. Kutinggalkan mading itu dengan senyum mengembang. Lewat kakak seniorku, aku telah mengerti keputusan memakai jilbab. Lewat teman asingku, aku telah diantarkan ke tempat ini dan mengambil keputusan final dengan alasan yang lebih benar dalam memakai jilbab. Ayahanda, ibunda, dan kakanda, tak usahlah kalian ragukan lagi keputusan final ananda ini.

LAGU RINDU

Pernah kutitipkan pada-Mu sebagian cinta ini untuk tempat yang pernah kusinggahi, Dimana sejelas-jelasnya kulihat awan berarak sangat dekat dengan kepala, Riak sungai yang menggoda tiap waktu di ruang dengarku, Tarian bambu dan nyanyi ilalang.. Disana, Kau berikan cinta sebanyak rintik air hujan,, Sedang aku ; Aku hanya bisa merasakannya mengenai tubuhku, tanpa bisa menggenggamnya... Aku tahu aku sangat mencintai tempat itu dan semua yang ada di dalamnya, Tapi bagaimanapun, tak bisa tersimpan olehku semua rasa yang tercipta dari-Mu.. Pernah kutitipkan pada-Mu sebagian cinta ini untuk tempat yang pernah kusinggahi, Dan sekarang, ketika malam memeluk sebagian dunia-Mu, cinta itu memanggilku,,,, Ia menjelma menjadi lagu rindu yang mengalun menjejaki tiap patah nafasku, Begitu dekat dan menyesakkanku, Padanya, aku hanya bisa menjawab; aku tak bisa memenuhimu,, Hingga gelap pergi dari dunia-Mu, Ku masih dengar cinta itu memanggilku halus, dan tak bisa berhenti.... _Ketika kerinduan mengajakku kembali singgah di Plumpung_ 16:08 WIB Ruang Tamu

DUA SILUET

Di bawah purnama. Aku dan dia tiada saling bicara. Padahal ribuan kata berjejal di kepala. Sementara pandanganku terpenjara pada langit malam. Berkilometer di atasku tapi hanya sejengkal jauhnya dari pucuk cemara. Aku tak tahu dia sedang apa. Cukup sekali saja menengok dan aku tak berani menatap lama-lama. Tubuhku bergetar. Sungai darahku meluap penuh umpatan. Sekali hidup saja: mengapa tak ada keberanian untuk bicara? Waktu tertawa; begitu angkuh; dan aku tak berdaya. Terus saja mengejek bersama purnama yang bertengger di cabang beringin tua. Angin bertiup. Rumput berkelakar mencipta nyeri di telinga; “Bahkan dia yang berdiri disampingmu hanya siluet tanpa suara. Lalu apa yang kau takutkan hingga lidahmu kelu tiada dapat berkata?” Purnama lebih keras tertawa; Dan dua siluet itu terus diam dicengkeram malam. (1 september 2014, 18:49, R.Tamu)