Minggu, 15 Maret 2015

DUA SILUET

Di bawah purnama. Aku dan dia tiada saling bicara. Padahal ribuan kata berjejal di kepala. Sementara pandanganku terpenjara pada langit malam. Berkilometer di atasku tapi hanya sejengkal jauhnya dari pucuk cemara. Aku tak tahu dia sedang apa. Cukup sekali saja menengok dan aku tak berani menatap lama-lama. Tubuhku bergetar. Sungai darahku meluap penuh umpatan. Sekali hidup saja: mengapa tak ada keberanian untuk bicara? Waktu tertawa; begitu angkuh; dan aku tak berdaya. Terus saja mengejek bersama purnama yang bertengger di cabang beringin tua. Angin bertiup. Rumput berkelakar mencipta nyeri di telinga; “Bahkan dia yang berdiri disampingmu hanya siluet tanpa suara. Lalu apa yang kau takutkan hingga lidahmu kelu tiada dapat berkata?” Purnama lebih keras tertawa; Dan dua siluet itu terus diam dicengkeram malam. (1 september 2014, 18:49, R.Tamu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar